Sunday, August 11, 2013

Berfotolah!

"A picture can describe a thousand words."

Ketika gue berkunjung ke rumah seorang keluarga, kadang ada kebiasaan yg selalu gue lakukan yaitu melihat-lihat foto yg nempel di tembok rumah keluarga itu. Foto bagi gue dan kebanyakan orang adalah salah satu hasil rekaman kehidupan supaya kita selalu ingat akan memori yg terukir di dalamnya. Seperti kalau kamu pernah nonton film Seventeen Again, atau serial Proposal Daisakusen, kadang jadi mikir, apa aja yang mereka lakukan dan bicarakan pada saat pengambilan gambar tsb. Dengan kata lain, hanya dengan satu jepretan, gambar tsb bisa memainkan akal dan pikiran orang ketika melihatnya, dengan intepretasi yg berbeda pada setiap penyaksinya. Salam sebuah foto penuh senyuman keluarga, kita nggak tau kan apa yg terjadi dalam prosesnya. Bisa aja mereka sebelumnya ribut karena berbeda pendapat mengenai kostum, tempat pengambilan gambar, atau proses make up yg terlalu lama? Ya nggak?


Bagi keluarga gue sendiri, foto keluarga tidak termasuk dalam agenda kami. Jangankan untuk foto keluarga, bisa sekolah terus hingga kuliah saja rasanya sudah syukur alhamdulilah. Maka itu, kami tidak punya foto dengan personil lengkap yaitu Bapak, Ibu, tiga kakak, dan saya. Seringkali kami foto hanya berempat, paling banyak berlima, karena satu orang berhalangan. Kadang malah kelebihan personil, karena menumpang pada momen foto orang lain. Dulu sih, waktu jaman kakak-kakak saya masih kecil, mereka sering foto berlima. Namun ketika gue lahir, rasanya momen foto rame-rame semakin jarang terjadi, mengingat kebutuhan untuk sekolah sangat besar (ketiga kakak saya kuliah dan saya sekolah SD), dan pada saat itu biaya untuk berfoto pun cukup banyak (beli film, cuci cetak).


Jadilah pada masa pertumbuhan gue, kami jarang foto keluarga.


Lalu masuk di era digital, dimana kalau kamu gak punya duit masih bisa ditahan dulu di komputer/memori kamera kamu. Nah, saat ini jaman memang sudah lebih mudah, tapi kesibukan yg mengiringi kami berempat membuat kami juga tak terlalu memikirkan foto keluarga, juga tak membuat kami memutuskan utk foto di studio, melainkan memanfaatkan momen pernikahan sebagai ajang foto, dan dirasa cukup. Namun lagi-lagi, kami selalu mengalami kelebihan dan kekurangan personil.


Hingga akhirnya waktu menyedihkan itu datang, ketika Bapak pergi meninggalkan kami.


Setelah kepergian Bapak, kami sering bertemu dalam momen doa, nyekar, dll. Perekonomian dan teknologi juga semakin maju, kualitas gambar dari tarikan kamera sebuah handphone pun semakin cemerlang, dan akhirnya kami berhasil foto keluarga.


Tanpa Bapak.


Foto itu tidak akan pernah lengkap karena tak akan ada kehadiran fisik seorang Bapak dalam barisan keluarga kami.


Sampai sekarang, sering gue menyesali, betapa gue sangat menyia-nyiakan 21 tahun untuk nggak foto bareng Bapak.


Jadi, buat kamu yg masih punya keluarga utuh, sebelum kalian sibuk, yuk.. Ambil satu hari kalian untuk foto bersama di sebuah studio, supaya ada satu memori yg indah tentang keluarga. Yang bisa kamu saksikan terus dan menjadi motivasi dalam setiap langkah hidup kamu. Gue yakin hal ini: setiap gue menghadapi masalah, hanya dengan menatap foto keluarga, setengah dari rasa kalut gue akan pergi dibawa oleh rasa bahagia bahwa keluarga akan selalu mendukung salam setiap langkah gue.

Dan inilah foto keluarga yg diambil sehari sesudah "rumah baru" Bapak dibangun: